Arkomindonesia

Dorong Kolaborasi, Arkom dan RCUS Gelar Diskusi Publik Bersama Pemerintah, Pakar, dan Aktivis (Sesi 1)

Arkom Indonesia dan Rujak Center for Urban Studies bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Perencanaan Daerah Provinsi Yogyakarta (Bappeda DIY), Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta (Bappeda Jakarta), Departemen Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia, Koperasi Kampung Marlina, Paguyuban Kalijawi, dan Climate Policy Initiative, menggelar diskusi publik yang bertajuk “Kolaborasi Adaptasi Iklim Melalui Strategi Pendinginan Pasif Pada Permukiman Padat Perkotaan”. Acara diskusi diadakan di Kineforum Asrul Sani, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada hari Selasa, 13 Agustus 2024. Diskusi ini terbagi menjadi tiga sesi yakni; (1) Kebijakan dan Inisiatif Adaptasi Perubahan Iklim, (2) Pembiayaan Adaptasi Perubahan Iklim: Sumber Dana, Mekanisme, dan Implementasi Efektif, (3) Teknologi dan Penerapan Desain Pendinginan Pasif. 

Sesi pertama bertemakan “Kebijakan dan Inisiatif Adaptasi Perubahan Iklim” , diisi oleh Emy Kusparyati, SE., M.Sc., M.Eng selaku Kepala Bidang Sarana Prasarana Bappeda DIY Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam materinya, beliau menjelaskan berbagai tantangan yang dihadapi Provinsi Yogyakarta dalam menghadapi krisis iklim di berbagai sektor. Provinsi DIY sendiri dalam Peraturan Gubernur No. 51 Tahun 2012 menetapkan target penurunan GRK (Gas Rumah Kaca) sebesar 80.752.88 ton pada tahun 2020.  “Namun kita perlu adanya peninjauan kembali terhadap Pergub ini karena kita harus menyesuaikan dengan berbagai aturan dan kebijakan yang terbaru, juga kita perlu melibatkan Kabupaten/Kota dan pemangku kepentingan yang lain. Sedangkan, untuk tahun 2024 ini kami sedang menyusun kajian PRK (Pembangunan Rendah Karbon) di DIY”, ujar Emy.

Pemerintah Provinsi DIY sendiri memiliki program tata kelola lingkungan hidup yang tertuang dalam RPJMD tahun 2022-2027 yang mana pemerintah memiliki target penurunan 2.639 ribu ton GRK di tahun 2024. Program ini berpedoman kepada RAD-GRK yang memiliki ruang lingkup di sektor Pertanian, Kehutanan dan Lahan Gambut, Energi dan Transportasi, Industri, Pengolahan Limbah, dan kegiatan pendukung lainnya. Nuraeni, S.Hut., MES selaku Kasubdit Pengembangan Perangkat Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian LHK menambahkan bahwa Program Kampung Iklim (Proklim) baru-baru ini telah mengalami rekonseptualisasi dan bertransformasi dari wilayah kerja administrasi ke wilayah kerja komunitas. “Perbedaannya, kita bergeser ke wilayah kerja yang berbasis lanskap, unit pengelolaan, dan aktivitasnya. Fokusnya bagaimana mengendalikan kekeringan, banjir dan longsor, peningkatan ketahanan pangan, dan pengendalian penyakit terkait iklim” jelas Nuraeni.

Sementara itu, Yuli Kusworo S.T., M.Sc selaku Direktur Arkom Indonesia menjelaskan bahwa penduduk miskin kota saat ini menghadapi tantangan dalam mengakses rumah yang layak, ruang terbuka hijau, dan fasilitas pendingin publik.  “Kami bersama ibu-ibu di Yogya sudah melakukan kajian risiko. Di level Kota/Kabupaten bencana yang ditimbulkan krisis iklim sudah terlihat, bagaimana caranya kita mengajak ibu-ibu ini untuk melakukan identifikasi di level yang sangat mikro, itu sulit sekali.” Ujar Yuli. “Di Kota Yogyakarta, tepatnya di daerah pinggiran sungai itu kebetulan ditemukan 3 bahaya, ada urban heat island, penurunan air, dan anomali cuaca. Kita juga menemukan bahwa rumah itu menjadi pintu masuk untuk menangani banyak hal. Passive Cooling (Pendinginan Pasif) itu menjadi sangat strategis karena ketika itu masuk ke rumah, kita bisa menangani masalah yang lain.”

“Bagaimana kemudian membangun ketahanan pangan, dan yang lain. Kami selalu berbicara bagaimana membuat kajian risiko ini untuk memunculkan analisis kemudian dampak itu bisa diselesaikan secara kolektif. Komunitas itu menjadi penting, ini tidak bisa diselesaikan sendiri. Kesadaran kolektif ini sangat diperlukan dan ini yang selalu digerakkan oleh Arkom dan teman-teman Rujak selama ini.” Tegasnya. Beliau juga menjelaskan bahwa pengorganisasian komunitas juga menjadi penting karena membentuk kesadaran dan semangat kolektif, serta membentuk peningkatan kapasitas. Ketika pengorganisasian ini sudah terjadi di komunitas, langkah selanjutnya adalah bagaimana mengadvokasikannya kepada pemerintah dan berkolaborasi dengan LSM, akademisi, dan aktor lainnya untuk membangun ekosistem yang saling terkoneksi. 

Kajian risiko perubahan iklim melibatkan tiga langkah utama: identifikasi bahaya untuk mengenali ancaman iklim, penilaian kerentanan dan dampak untuk memahami risiko terhadap masyarakat dan lingkungan, serta pilihan adaptasi dan pengurangan risiko guna meningkatkan ketahanan. Aksi iklim fokus pada peningkatan kapasitas melalui capacity building komunitas, kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran, inisiatif aksi komunitas yang mendorong kolaborasi, serta penyusunan masterplan dan desain untuk perencanaan jangka panjang. Dalam tahap piloting, dilakukan penyelarasan program dan modeling bersama aktor kota untuk menguji pendekatan yang dipilih, diikuti dengan advokasi ke pemerintah kota dan penyusunan dokumen berdasarkan tata ruang untuk panduan implementasi.

Materi ke tiga dipaparkan oleh pak Henry dari Bappeda Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui BAPPEDA menegaskan komitmennya dalam mendukung kebijakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sesuai dengan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021. Kebijakan ini bertujuan untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) yang fokus pada pengendalian emisi karbon serta peningkatan ketahanan ekonomi, sosial, dan ekosistem di wilayah perkotaan. Program ini telah berjalan sejak 2009 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009, dan kini diperkuat dengan integrasi ke dalam Rencana Pembangunan Nasional oleh Bappenas. Salah satu inisiatif utama adalah Program Kampung Iklim (Proklim) yang mencakup kegiatan pengendalian kekeringan, banjir, dan longsor. Setiap dua tahun, Indonesia akan melaporkan kemajuan pelaksanaan NDC sebagai bentuk tanggung jawab terhadap komitmen global dalam menghadapi perubahan iklim.

Diskusi ini menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, komunitas, akademisi, dan LSM dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Pemerintah Provinsi DIY dan DKI Jakarta bersama dengan Kementerian terkait menunjukkan komitmennya terhadap kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, terutama dalam pengurangan emisi karbon dan peningkatan ketahanan di sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Program Kampung Iklim (Proklim) yang telah direvisi untuk lebih fokus pada komunitas menjadi salah satu solusi kunci dalam mengatasi risiko kekeringan, banjir, dan longsor. Selain itu, desain passive cooling di kawasan padat perkotaan dianggap sebagai strategi efektif untuk meningkatkan ketahanan iklim secara kolektif di tingkat komunitas. Upaya ini juga diperkuat dengan pengorganisasian komunitas, kajian risiko, dan kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan ekosistem adaptasi iklim yang berkelanjutan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *