Arkomindonesia

“Workshop Reformasi Agraria Perkotaan: Mewujudkan Keadilan Tanah di Kawasan Perkotaan”

Minggu (12/05/2024) Arkom Indonesia bersama dengan Urban Poor Consortium (UPC) mengadakan workshop bertajuk “Workshop Reformasi Agraria Perkotaan” yang dihadiri oleh 26 anggota Paguyuban Kalijawi dari 15 kampung di Kota Yogyakarta. Workshop ini berlokasi di desa Sorowajan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan diadakannya workshop ini adalah membahas langkah-langkah strategis dalam mengatasi ketimpangan kepemilikan tanah di kawasan perkotaan.

               Workshop ini dihadiri oleh Gugun Muhammad sebagai fasilitator utama dari UPC menekankan pentingnya Reforma Agraria Perkotaan sebagai salah satu upaya mengatasi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah, memperbaiki tata kota, serta memperbaiki kualitas lingkungan perkotaan.

               UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 Pasal 6 menyebutkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial yang berarti hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan, bahwa tanahnya akan dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi, apalagi jika menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum.

               Melalui Reforma Agraria Perkotaan, seluruh tanah harus dihitung dan penduduk juga dihitung untuk membagi tanah secara adil. Namun, pelaksanaan pembagian tanah secara merata bagi seluruh penduduk dinilai sangat sulit. Oleh karena itu, negara mengambil langkah lain melalui program Reforma Agraria utnuk memastikan distribusi tanah yang lebih adil.

               Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 62 Tahun 2023 yang mengatur percepatan pelaksanaan reforma agraria dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Percepatan pelaksanaan Reforma Agraria dilaksanakan melalui strategi: 1) Legalisasi Aset; 2) Redistribusi Tanah; 3) pemberdayaan ekonomi Subjek Reforma Agraria; 4) kelembagaan Reforma Agraria; dan 5) partisipasi masyarakat. Pemerintah menetapkan kriteria kepada orang yang benar-benar belum memiliki tanah, dan bangunan serta orang yang sudah menguasai tanah, menggunakan tanah, atau membangun bangunan di atasnya tetapi belum memiliki kepemilikan resmi. Dalam pelaksanaan Reforma Agraria, syarat utamanya adalah penerima manfaat harus menguasai, menempati, atau menduduki tanah negara lebih dari 20 tahun. Tanah tersebut kemudian dapat diberikan kepada mereka yang memenuhi kriteria ini.

               Akan tetapi dalam pelaksanaannya, sertifikat tanah yang diberikan dapat menimbulkan masalah baru terkait dengan privatisasi tanah. Tanah yang sudah bersertifikat sangat rawan untuk diperjual belikan kembali sehingga menimbulkan lonjakan harga tanah hingga berkali-kali lipat.

               “Yang paling aman adalah tanah komunal atau koperasi sebagai badan hukum yang dikelola secara bersama-sama sehingga mengurangi konflik kepentingan. Selain itu, agar dapat mendorong kesejahteraan maka dibuatkan usaha bersama misalnya di bidang wisata, kuliner dan lain sebagainya.” Ujar Gugun Muhammad.

               Agenda kedepan setelah workshop ini adalah mendata dan mengajak 45 kampung lain yang ada di Yogyakarta untuk didaftarkan dalam program Reforma Agraria. Workshop ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk merealisasikan program Reforma Agraria yang efektif dan adil, sehingga seluruh warga kota dapat merasakan manfaatnya.  

Penulis: Ganggas Prakosa S.W

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *